Kamis, 24 Mei 2012

serangga tanah

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
BPTP Jawa Timur merupakan gabungan (merger) dari berbagai unit kerja di jajaran Badan Litbang Pertanian yang ada di Jawa Timur (16 unit kerja), yaitu eks Sub Balithorti Malang, Sub Balithorti Tlekung, Sub Balittan Mojosari, Sub Balitnak Grati, beserta kebun percobaan yang berada dibawahnya, dan Balai Informasi Pertanian Wonocolo, Surabaya, yang dibentuk berdasarkan SK Mentan No. 798/Kpts/OT.210/ 12/1994, tanggal Desember 1994, dan mulai efektif pada tanggal 1 April 1995 dengan nama BPTP Karangploso. Dalam perjalanannya, BPTP Karangploso mengalami reorganisasi lagi dengan keluarnya SK Mentan terbaru No. 350/Kpts/OT.210/6/2001, tanggal 14 Juni 2001, menjadi BPTP Jawa Timur dengan hanya dua unit kerja yang tergabung di dalamnya, yaitu Laboratorium Diseminasi Wonocolo dan Kebun Percobaan Mojosari. Perubahan ini membawa konsekuensi terhadap penyempurnaan tugas dan fungsi Balai secara keseluruhan, sedang kronologi sejarah nama instansi sehingga menjadi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur disajikan sbb:
Ø  Priode 1931
Nama Instansi lgemene Proefstation voor Landbouw, Bogor
Ø  Priode1936-1953
Nama Instansi Proeftuinen voor Tuinbow, Oost Java, Malang pimpinan R. Soepangkat
Ø  Priode 1953-1957
Nama Intansi Kebun-kebun Pertjobaan Jawa Timur di Malang  pimpinan R. Koestomo
Ø  Priode 1957-1959
Nama Instansi Tjabang Bagian Perkebunan Rakjat Malang, dari Pusat Djawatan Pertanian Rakjat Djakarta pimpinan Mahfoedi
Ø  Priode 1959-1961
Nama Instansi Tjabang Bagian Perkebunan Rakjat Malang, dari Pusat Djawatan Pertanian Rakjat Djakarta pimpinan R. Soehendro
Ø  Priode 1961-1967
Nama Instansi Tjabang Lembaga Penelitian Tanaman Sajur Majur, Buah-buahan dan Bunga-bungaan (Hortikultura) Malang, dari Lembaga Penelitian Tanaman Sajur Majur, Buah-buahan dan Bunga-bungaan (Hortikultura) Jakarta pimpinan R. Widodo
Ø  Priode 1967-1981
Tjabang Lembaga Penelitian Hortikultura Malang dari Lembaga Penelitian Hortikultura Jakarta pimpinan R. Widodo
Ø  Priode 1981-1984
Nama Instansi Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang, dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor  pimpinan Dr. Ir. Soetarjo Brotonegoro
Ø  Priode 1984-1988
Nama Instansi Eks. Cabang LPH Malang menjadi Sub Balai Penelitian Hortikultura Malang  pimpinan Ir. F. Kasijadi, MS.
Ø  Priode 1988-1995
Nama instansi Sub Balai Penelitian Hortikultura Malang pimpinan Ir. Nur Imah Sidik, MS
Ø  Priode 1995-1998
Nama Instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso pimpinan Dr. Sumarno, MSc
Ø  Priode 1998-2001
Nama Instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Karangploso pimpinan Dr. Ir. Suyamto H.
Ø  Priode 2001-2004
Nama Instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur pimpinan Dr. Ir. Suyamto
Ø  Priode 2004- 2005
Nama Instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur pimpinan Dr. Ir. Mat Syukur MS.
Ø  Priode 2006 - sekarang
Nama Instansi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur pimpinan Dr. Sudarmadi.

v  Visi
BPTP Jawa Timur merupakan penghasil dan penyedia teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi dalam arti luas untuk menunjang pengembangan pertanian berwawasan agribisnis bagi Propinsi Jawa Timur. Untuk mewujudkan hal tersebut, visi BPTP Jawa Timur ke depan adalah: “Institusi penghasil dan penyedia teknologi pertanian tepat Guna spesifik lokasi Jawa Timur.
v  Misi
  • Menghasilkan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi yang sesuai dengan ketersediaan sumberdaya
  • Menyediakan, mendiseminasikan dan mempromosikan teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing hasil-hasil pertanian yang berwawasan lingkungan dan agribisnis
  • Meningkatkan pendapatan keluarga tani dan kesempatan kerja produktif yang berkeadilan
  • Menjalin kemitraan dengan stakeholders (instansi terkait, swasta, LSM dll.) untuk memberdayakan petani dalam mengelola usahataninya
  • Menumbuhkembangkan peran kelembagaan untuk memantapkan ketahanan pangan
  • Memberikan masukan untuk penyusunan kebijakan pembangunan pertanian daerah. ·
Tugas Pokok Tugas pokok BPTP Jawa Timur adalah melaksanakan pengkajian dan perakitan teknologi tepat guna spesifik lokasi bagi semua komoditas pertanian, baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan dengan teknologi yang bersifat terapan (siap pakai) dengan mempertimbangkan optimasi produksi serta pendapatan petani.
v  Fungsi
  • Mengadakan inventarisasi dan identifikasi kebutuhan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi .
  • Melakukan penelitian dan pengkajian serta perakitan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi .
  • Menyiapkan paket teknologi hasil pengkajian dan perakitan untuk bahan penyusunan materi penyuluhan .
  • Mengadakan pelayanan teknik kegiatan Pengkajian/penelitian dan perakitan teknologi pertanian
  • Melaksanakan pelayanan tata usaha Balai.
Melalui berbagai layanan yang disediakan BPTP Jatim. Untuk menjangkau cakupan sasaran yang lebih luas itu, maka BPTP Jatim:
  • Membangun visitor plot, yaitu gelar rakitan teknologi sebagai sarana belajar bagi petani dan masyarakat luas
  • Melayani kunjungan dalam berbagai bentuk dan tujuannya (studi banding atau konsultasi)
  • Mengadakan pelatihan
  • Secara periodik, menyelenggarakan open house, ekspose atau pameran
  • Menyediakan publikasi rakitan teknologi secara gratis
  • Mempublikasi hasil-hasil pengkajian, baik dalam media cetak (koran dan tabloid), maupun elektronik (radio dan televisi).
Beberapa fasilitas juga dapat dimanfaatkan umum, antara lain:
  • Lab. Tanah, untuk analisis hara tanah dan pupuk
  • Lab. Kultur Jaringan, untuk memproduksi benih
  • Lab. Hama dan Penyakit, untuk identifikasi OPT
  • Lab. Pasca Panen, untuk aplikasi teknologi pasca panen
  • Lab. Perbenihan, untuk produksi benih
  • Kebun Percobaan, untuk studi dan agrowisata.
  • Perpustakaan, jasa penelusuran, baca ditempat dan fotocopy.
Pengalaman menunjukkan, bahwa BPTP Jatim tidak bisa hanya berhenti pada penyediaan teknologi & contohnya (visitor plot), melainkan juga harus memproduksi bahan-bahan utama usahatani. Di antaranya, BPTP Jatim telah memproduksi dan mendistribusikan benih dasar, khususnya untuk padi, kedelai dan jagung dari varietas-varietas yang diminati petani. Ke depan, juga akan diproduksi beberapa sarana produksi tanaman dan ternak. Kemajuan kepercayaan, dan dinamika kebutuhan serta kendala di masyarakat, mengharuskan BPTP Jatim untuk memperluas cakupan kiprahnya. Saat ini tengah dirintis untuk membangun networking pemasaran dengan model inti-plasma yang akan menjadi bagian dari fungsi “Klinik Agribisnis”. Pada tahap sekarang, BPTP Jatim akan mengawalinya dengan memproduksi beberapa produk olahan, dan melakukan ekspansi pasar. Dalam kaitan ini, BPTP Jatim bekerjasama dengan Koperasi Pegawai “HORTI”.
Infrastruktur teknis dan sosial, saat ini sedang disiapkan, antara lain:
  • Media komunikasi dalam bentuk SMS broadcast
  • Organisasi informal dengan nama TriMitra, yang saat ini beranggotakan tidak kurang dari 70 petani/kelompok tani dan gabungan kelompok tani
  • Menjaring mitra pemkab/kota dan swasta di seluruh Jatim dalam ikatan MOU. BPTP Jatim juga menerima dan melayani kerjasama dalam pengkajian dengan pemerintah daerah, swasta, petani/poktani/gapoktan, maupun pihak-pihak lain yang berminat.
Pada ekosistem daratan, organisme tanah merupakan penghuni yang berfungsi dalam mengubah bahan organik melapuk menjadi bentuk senyawa lain yang dapat bermanfaat bagi kesuburan tanah kemudian dapat dimanfaatkan oleh serangga tanah seperti serangga, nematoda, bekicot, rayap dan serangga lain yang sangat penting peranannya begi kesuburan tanah yaitu dalam proses dekomposisi, sebelum proses dekomposisi lebih lanjut oleh mikroorganisme tanah. Hewan tanah biasa ditemukan di tempat teduh, tanah yang lembab, sampah padang rumput, di bawah kayu lapuk, dan tempat lembab yang lainnya.
Habitat yang bermacam-macan pada lokasi perkebunan BPTP memungkinkan keanekaragaman jenis serangga tanah yang berbeda-beda. Berkaitan dengan hal tersebut maka diadakan observasi dengan judul “Studi Keanekaragaman,  Hewan Tanah Di Lokasi Penanaman Tanaman Cabe, Bawang Merah dan Sawi BPTP Jawa Timur”.
B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, antara lain:
1.  Apa saja jenis-jenis serangga tanah yang terdapat di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi ?
2.   Bagaimana keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis serangga tanah di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi ?
3.   Bagaimana pola distribusi tiap jenis serangga tanah yang ditemukan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi ?
4.   Jenis serangga tanah apa saja yang paling dominan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi ?

C. Tujuan
            Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1.   Untuk mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang terdapat di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
2.   Untuk mengetahui keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis serangga tanah di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
3.   Untuk mengetahui pola distribusi tiap jenis serangga tanah yang ditemukan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
4.   Untuk mengetahui jenis serangga tanah yang paling dominan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
5.  untuk mengetahui dan membedakan dari serangga tersebut apakah ada yang berperan sebagai predator dan sebagai hama di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
6. untuk mngetahui cara pembuatan thrycoderma dan pengaplikasian pada tanaman.
D. Manfaat Penelitian
            Manfaat  penelitian yang telah dilakukan adalah diharapkan mahasiswa mampu:
  1. Mempelajari dan mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang terdapat di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  2. Menerapkan metode Pith fall Trap.
  3. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, serta kekayaan jenis serangga tanah di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  4. Memahami pola distribusi tiap jenis serangga tanah yang ditemukan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  5. untuk mengetahui dan membedakan dari serangga tersebut apakah ada yang berperan sebagai predator dan sebagai hama.
  6. Mengetahui cara pembuatan thrycoderma sebagai biopestisida.b
E. Batasan Masalah
            Batasan masalah dalam praktikum ini adalah:
  1. Praktikum ini dilakukan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  2. Jenis hewan yang diamati hanya serangga tanah yang ditemukan dalam sumur Pithfall
F. Penegasan Istilah
1.      Serangga tanah adalah hewan yang menempati tanah sebagai habitatnya.
2.      Mendefinisikan keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya, ia dapat digunakan untuk menyatakan struktur  komunitas (Soegianto dalam Purwahyuni, 2001).


 BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Tanah Sebagai Habitat Serangga
Tanah dihuni oleh makhluk hidup dalam macam dan jumlah sangat banyak, baik hewan maupun tumbuhan. Makhluk yang hidup di dalam tanah membentuk flora dan fauna khas yang berasosiasi dengan bahan penyusun tanah yang berupa benda abiotik, yaitu batuan, mineral, air dan udara (Notohadiprawiro, 1998). Komponen abiotik dan biotik menyusun tanah sebagai suatu sistem ekologi.
Dalam definisi ilmiahnya tanah merupakan sekumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dari horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno dalam Junaidah, 2001).
Komponen biotik dan abiotik sangat erat berhubungan di dalam tanah, yang berdasarkan batasannya terdiri dari lapisan kulit bumi yang dilapukkan dengan organisme hidup dan hasil pembusukannya bercampur aduk (Odum,1993 dalam Junaidah, 2001). Soetjipta (1993) menyatakan bahwa tanah merupakan pendukung yang padat. Kerangka yang kuat bagi makhluk hidup tumbuhan dan hewan yang memiliki alat pergerakan mengalami proses evolusi di atas habitat tanah. Sebagai benda alami yang heterogen, tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas yang bersifat dinamik. Sebagai suatu sistem, tanah merupakan sistem yang terbuka.
            Menurut Hardjowigeno dalam Junaidah (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembentukan tanah antara lain: iklim, organisme, bahan induk, topografi (relief), dan waktu.


B. Deskripsi Serangga tanah
Serangga tanah adalah hewan yang menempati tanah sebagai habitatnya. Menurut Adianto dalam Fatawi (2002) kehadiran serangga tanah pada habitatnya tidak sama, ada yang secara temporer dan ada pula yang menetap. Berdasarkan kehadirannya di tanah, serangga tanah dibagi menjadi:
·         Serangga tanah temporer
yaitu golongan hewan tanah yang memasuki tanah dengan tujuan bertelur, setelah menetas dan berkembang menjadi dewasa, hewan akan keluar dari tanah, misalnya: Diptera.
·         Serangga tanah transien
yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya berlangsung di atas tanah, misalnya: kumbang dari famili Conccinelidae.
·         Serangga tanah periodik
yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di dalam tanah, hanya sesekali hewan dewasa keluar dari dalam tanah untuk mencari makanan dan setelah itu masuk kembali ke dalam tanah, misalnya: ordo Forficula, Chelisolches, Collembola, dan Acarina.
·         Serangga tanah permanen
yaitu hewan yang seluruh daur hidupnya ada di dalam tanah, dan tidak pernah keluar dari dalam tanah, misalnya: Nematoda tanah, Protozoa, dan Rotifera.
Menurut Drift dalam Adianto (1980) serangga tanah secara umum dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yaitu berdasarkan ukuran tubuh, ketergantungan terhadap air, dan menurut tempat hidupnya. Kelompok serangga tanah berdasarkan ukuran tubuhnya:


  • Mikrofauna
Mempunyai ukuran  20-200 mikron, contohnya yaitu: Protozoa, Rotifera, Nematoda, Tardigrada.
  • Mesofauna
Mempunyai ukuran 200 mikron – 2 mm, contohnya yaitu: Collembola, Acarina, Rayap, Semut.
  • Makrofauna
Mempunyai ukuran 2-20 mm, contohnya yaitu: Isopoda, Chilopoda, Laba-laba dan Gastropoda.
  • Megafauna
Mempunyai ukuran 20-200 mm, contohnya yaitu: Diplopoda, Cacing tanah, Serangga besar, dan vertebrata.
Menurut Adianto (1980) dalam Fatawi (2002) berdasarkan sifat ketergantungan terhadap air, serangga tanah terbagi menjadi:
Ø  Hidrobiontes, yaitu serangga tanah yang membutuhkan air relatif banyak untuk aktifitas hidupnya.
Misalnya: Cilliata dan Flagelata.
Ø  Higrofil, yaitu serangga tanah yang tidak menyukai air terlalu banyak untuk syarat hidup optimalnya.
Misalnya: Collembola.
Ø  Xerofil, yaitu serangga tanah yang lebih menyukai habitat kering.
Misalnya: jenis laba-laba.
      Sedangkan serangga tanah menurut tempat hidupnya, dibagi menjadi:
v  Treefauna, yaitu hewan yang hidup di pohon.
v  Epifauna, yaitu hewan yang hidup di permukaan tanah.
v  Infauna, yaitu hewan yang hidup di dalam tanah
C. Morfologi serangga tanah
            Serangga tubuhnya terbungkus oleh eksoskeleton yang melindungi sistem organ yang lunak di dalam, merupakan kutikula yang tersusun oleh khitin dan terbagi atas buku-buku, dihasilkan oleh epidermis yang secara periodik diganti karena bertambah besarnya tubuh, dibedakan atas bagian yang keras yang disebut sklereid dan bagian yang lunak yang disebut sutura terletak pada batas antara dua buku. Hal ini untuk memudahkan gerakannya. Tubuhnya terbagi atas tiga bagian yaitu chepal, thorax dan abdomen (Hegner dalam Purwahyuni, 2001).
            Kepala tersusun dari antena yang mengandung bulu-bulu sensoris, mata-mata majemuk yang tersusun atas ammatida, kecuali itu terdapat mata sederhana disebut ocelli, sepasang mandibula, sepasang maxilla, sepasang hipopharing, dan labium (Borror dalam Purwahyuni, 2001).
            Thorax terdiri dari bagian anterior, yang besar disebut protothorax, bagian tengah yang disebut mesothorax dan bagian belakang yang disebut metathorax. Masing-masing buku ini mempunyai sepasang kaki yang beruas-ruas dan pada mesothorax. Masing-masing buku ini mempunyai sepasang kaki yang beruas-ruas dan pada mesothorax terdapat sayap yang merupakan lembaran ganda yang banyak mengandung pembuluh darah (Yasin dalam Purawahyuni, 2001).
            Abdomen merupakan bagian paling  posterior, struktur yang relative sederhana seperti halnya pada thorax dan setelah dewasa pada abdomen tidak terdapat kaki jalan (Ross dalam Purwahyuni, 2001).
            Adianto (1980) membagi serangga dalam 2 subklas, yaitu Apterygota yang terbagi menjadi 4 ordo dan Pterygota yang dibagi menjadi 20 ordo dengan 10 ordo diantaranya sebagai serangga tanah.


D. Klasifikasi Serangga tanah
Dalam pembahasan berikut akan diuraikan ciri-ciri serangga tanah berdasarkan klasifikasi dari Borror dalam Maulidiyah (2000):
a)  Ordo Tysanura
  • Ukurannya sedang sampai kecil,
  • Bentuk memanjang dan agak gepeng,
  • Mata majemuk kecil dan sangat lebar terspisah, mata tunggal tidak ada,
  • Tarsi 3-5,
  • Terbagi atas 3 famili yaitu: Lepidotrichidae, Lepismatidae, dan Nicotidae.

b) Ordo Diplura
  • Mempunyai 2 filamen ekor,
  • Tarsi 1 ruas,
  • Terdapat stili pada ruas abdomen 1-7 atau 2-7,
  • Terbagi atas 3 famili, yaitu: Japygidae, Campodeidae, Procampodeidae, dan Anajapygidae.
c) Ordo Collembola
  • Abdomen mempunyai 6 segmen,
  • Tubuh kecil tidak bersayap,
  • Antena beruas 4 dan kaki dengan tarsus beruas tunggal,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Onychiuridae, Podiridae, Hypogastruridae, Entomobrydae, Sminthuridae, dan Nelidae.

d) Ordo Protura
  • Tubuh kecil berwarna keputih-putihan,
  • Panjng 0,6 - 1,5 mm,
  • Tidak memiliki mata ataupun sungut,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Eosentormidae, Protentomidae, Acerentomidae, dan lain-lain.

e) Ordo Isoptera
  • Golongan serdadu mempunyai kepala yang sangat berskleretisasi, memanjang, hitam, dan besar,
  • Golongan pekerja mempunyai warna pucat dengan tubuh lunak, mulut tipe pengunyah.

f) Ordo Pleoptera
  • Ukuran medium (kecil agak gepeng),
  • Sayap depan memanjang , agak sempit,
  • Sungut panjang, tarsi beruas 3,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Pteronarcyidae, Capnidae, Peridae, dan lain-lain.

g) Ordo Dermaptera
  • Tubuh memanjang ramping dan agak gepeng,
  • Sayap depan memendek seperti kulit, tidak mempunyai rangka sayap,
  • Aktif pada malam hari,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Forficulidae, Chelisochidae, Labidae, Labiduridae dan lain-lain.



h) Ordo Tysanoptera
  • Bentuk langsing, panjang 0,5-5 mm,
  • Terdapat atau tidak ada sayap,
  • Sungut pendek, tarsi 1-2 ruas,
  • Terbagi atas famili: Phaelothripidae, Aelothripidae, Thripidae, Mesothripidae, Heterothripidae.

i) Ordo Orthoptera
  • Ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap,
  • Tubuh memanjang sersi bagus terbentuk,
  • Bagian mulut adalah tipe pengunyah,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Grillotalpidae, Tridactylidae, Tetrididae, Eugamastracidae, Acrididae dan lain-lain.

j) Ordo Hemiptera
  • Sayap depan menebal seperti kulit,
  • Bagian mulut adalah tipe menusuk, menghisap, dalam bentuk paruh,
  • Makanannya cairan tumbuhan atau cairan tubuh hewan,
  • Terbagi atas famili: Polyctenidae, Belastocoridae, Ochteridae, Corixidae, dan Nepidae.

k) Ordo Neuroptera
  • Bertubuh lunak dengan 4 sayap,
  • Mempunyai banyak rangka sayap menyilang dan bercabang,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Corydalidae, Sialidae, Mantispidae, Raphididae, Inocullidae dan lain-lain.

l) Ordo Coeleptera
  • Mempunyai 4 pasang sayap dengan sepasang sayap depan menebal,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu Bittacidae, Boeridae, meropeidae, Panorpidae, dan Panorpodidae.

m) Ordo Diptera
  • Mempunyai sepasang sayap di depan,
  • Larva tanpa kaki, kepala kecil,
  • Terbagi atas beberapa famili yaitu: Nymphomylidae, Tricociridae, Tanyderidae, Xylophagidae, Tripulidae dan lain-lain.
p) Ordo Hymenoptera
  • Ukuran tubuh bervariasi,
  • Antena 10 ruas atau lebih,
  • Mulut bertipe penggigit dan penghisap,
  • Terbagi famili yaitu: Orussidae, Siricidae, Xphydridae, Chephidae, Argidae, Cimbicidae, dan lain-lain.

E. Keanekaragaman serangga tanah
Menurut Odum dalam Wulandari dalam Fatawi (2002) menyatakan bahwa ada beberapa parameter yang dapat diukur untuk mengetahui keadaan suatu ekosistem, misalnya dengan melihat nilai keanekaragaman.
            Soegianto dalam Purwahyuni (2001) mendefinisikan keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya, ia dapat digunakan untuk menyatakan struktur  komunitas. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies dengan kelimpahan jenis yang sama atau hampir sama. Sebaliknya, komunitas tersebut mempunyai keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas itu disusun oleh sangat sedikit spesies yang dominan.
            Menurut Soegianto dalam Purwahyuni (2001) indeks Shannon-Wiener diperoleh dari perhitungan spesies richness dan evenness dari distribusi individu diantara spesies. Richness dinyatakan sebagai jumlah spesies dan evenness dinyatakan sebagai hubungan keeratan antara serangkaian data kelimpahan spesies hasil observasi dengan keanekaragaman maksimum yang mungkin dicapai. Odum (1993) menambahkan fungsi Shannon atau indeks H1, yaitu menggabungkan komponen keanekaragaman secara keseluruhan (overall indeks for diversity)
Ekosistem yang mempunyai nilai diversitas tinggi umumnya memiliki rantai makanan yang lebih panjang dan kompleks, sehingga berpeluang lebih besar untuk terjadinya interaksi seperti pemangsaan, parasitisme, kompetisi, komensialisme, ataupun mutualisme (Odum, 1993).
            Menurut Krebs dalam Maulidiyah (2002), faktor-faktor yang memperngaruhi keanekaragaman serangga tanah adalah faktor biotik yang meliputi pertumbuhan populasi dan interaksi antar spesies (yang dibagi menjadi kompetisi dan pemangsa), dan faktor abiotik yang meliputi:
(1) Kelembaban Tanah
Menurut Kramadibrata dalam Purwahyuni (2001), kelembaban tanah penting peranannya dalam mengubah efek dari suhu. Pada lingkungan daratan terjadi interaksi suhu-kelembaban yang sangat erat hingga dianggap sebagai bagian yang sangat penting  dari kondisi cuaca dan iklim
(2) Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan faktor lingkungan yang paling mudah diukur dan seringkali beroperasi sebagai faktor pembatas. Suhu tanah berubah-ubah secara nyata antara siang dan malam, hanya pada lapisan tanah yang paling atas saja. Pada kedalaman sekitar 50 cm, fluktuasi suhu siang dan malam mencolok tampaknya hilang (Ewusie dalam Purwahyuni, 2001).
(3) Keasaman Tanah
Pada umumya tanah yang telah berkembang lanjut dalam daerah iklim basah mempunyai pH tanah rendah. Makin lanjut umumnya makin asam tanah. Sebaliknya, tanah yang beriklim kering penguapannya menyebabkannya teritmbunnya unsur-unsur basa dipermukaan tanah karena besarnya evaporasi dibandingkan presipitasi, sehingga makin lanjut umur tanah makin tinggi pH-nya (Darmawijaya dalam Purwahuni, 2001).
F. Pola Distribusi Hewan Tanah
            Secara umum populasi menyebar dalam tiga pola yaitu acak (random), mengelompok/agresi (clumped), dan seragam (uniform). Pada umumnya populasi hewan cenderung untuk berkelompok, oleh karenanya dari ketiga pola tersebut sering kali dijumpai gabungan dua pola yaitu acak mengelompok, kelompok bergerombol, dan seragam kelompok (Dharmawan, dkk. 2004).
.          .            .
.       .            .                                .
   .       .     .        .  .                .
 
          
                  
 
 





Menurut Eden (1990) berdasarkan asumsi penyebaran individu-individu adalah acak, maka dapat didefinisikan bahwa varians (S2) adalah sama dengan harga rata-rata (). Jadi, apabila varians lebih besar dari harga rata-rata maka penyebaran individu adalah berkelompok, dan sebaliknya apabila varians lebih kecil dari pada harga rata-rata maka penyebarannya merata.
Menurut Dharmawan, dkk (2004) pola sebaran acak menunjukkan terdapat keseragaman (homogenitas) kondisi lingkungannya. Pola sebaran random dapat disebabkan oleh pengaruh negatif persaingan sumber daya diantara individu anggota populasi itu. Sedangkan pola sebaran mengelompok dapat disebabkan oleh sifat agregarius, adanya keragaman (heterogenitas) kondisi lingkungan, ketersediaan makanan, perkawinan, pertahanan, perilaku sosial, serta faktor persaingan.
Pola sebaran merata umumnya terdapat pada tumbuhan. Penyebaran ini terjadi apabila ada persaingan yang kuat antara individu-individu dalam populasi tersebut. Pada tumbuhan misalnya persaingan untuk mendapatkan nutrisi dan ruang.

G. Peranan Serangga tanah Dalam Proses Dekomposisi
            Secara tidak langsung serangga tanah membantu dengan cara (1) menghancurkan bahan organik menjadi lebih kecil sehingga memperluas permukaan organik untuk di dekomposisi lebih lanjut oleh mikroorganisme tanah, (2) menambah protein atau substansi pertumbuhan mikroorganisme tanah, (3) merangsang pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tanah (Odum, 1993).
            Secara umum aktifitas serangga tanah dipengaruhi oleh tiga faktor penting, yaitu iklim (suhu, curah hujan), tanah (keasaman, kelembaban, suhu, salinitas, hara), vegetasi (hutan, padang rumput, belukar).
            Interaksi antara iklim tanah dan vegetasi tersebut menentukan jumlah dan jenis serangga tanah yang hidup di dalamnya. Umumnya serangga tanah di bawah vegetasi hutan lebih beragam dibanding di daerah padang rumput, tetapi fauna di padang rumput lebih aktif dengan bobot organisme pada tiap hektarnya lebih berat. Tanah yang diolah dan terkuras unsur haranya, serangga tanahnya lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang masih alami. Selain itu masing-masing serangga tanah menghendaki habitat tertentu untuk tumbuh dan berkembang secara optimal (Hakim, 1990).
            Diperkirakan 60-80% metabolisme dalam tanah dilakukan oleh mikroserangga tanah, berarti jauh lebih besar dari kelompok serangga tanah. Mikrofauna yang dominan adalah bakteri. Serasah tanaman yang jatuh ke tanah oleh serangga tanah dipecah-pecah menjadi lebih kecil untuk memperluas permukaan bahan organik yang akan didekomposisi (Boror, 1992).
            Peranan jasad hidup sangat besar dalam kesuburan tanah baik dari segi fisik mapun kimia, hal ini terlihat dari hasilnya yang menguntungkan yaitu, a) dekomposisi bahan organik, dalam hal ini bahan organik dihancurkan, unsur hara yang terikat dibebaskan sedang asam organik yang dihasilkan melarutkan mineral. Transformasi senyawa anorganik membentuk senyawa amonium dan nitrat yang dibutuhkan tanaman Na dan Fe dioksidasi menjadi tidak larut sehingga tidak meracun bagi tanaman, b) pengikatan nitrogen hanya akan terjadi apabila ada mikroserangga tanah, karena nitrogen bebas dalam udara tidak dapat berikatan langsung dengan akar tanaman, tetapi harus bersimbiosis dahulu dengan bakteri nitrifikasi.

 BAB III
METODE PENELITIAN


A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observatif yang bertujuan untuk memperoleh informasi tingkat keanekaragaman dan kemerataan hewan tanah di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi  BPTP Jawa Timur.

B.     Obyek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini yaitu semua jenis hewan tanah yang berada di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi BPTP Jawa Timur. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah jenis hewan tanah yang tertangkap dalam sumur jebakan (Pitfall Trap).

C.    Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada hari kamis tanggal 12 januari sampai dengan tanggal 23 februari 2011 di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi. dan Laboratorium hama dan penyakit BPTP JawaTimur.

D. Alat dan Bahan
1.  Alat
Alat yang digunakan yaitu:

·  gelas air mineral,
·  alat penggali tanah,
·  mikroskop stereo,
·  cawan petri,
·  kertas label,
·  pinset.
·  Plastik es

2. Bahan
Bahan yang digunakan yaitu:
·         Air kran dan
·         Sunlight

E. Prosedur Kerja
1.   Melakukan observasi untuk mengetahui lokasi penelitian di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi  BPTP Jawa Timur.
2.   Menentukan lokasi pengambilan sampel dengan memesang 4 jebakan pada tiap lokasi.
3.   Memasang jebakan Pitfall Trap pada masing-masing plot. Gambar 3.1
a)  Menggali tanah sedalam + 10 cm dengan alat penggali tanah,
b)  Memasukkan gelas air mineral yang telah berisi campuran air kran dan sunlight 2 tetes,
c)  Meratakan permukaan tanah dengan bagian mulut gelas air mineral,
d) Menutupi gelas air mineral dengan serasah daun.
4.   Mengambil jebakan Pitfall Trap 3 hari sekali.
5.   Memasukkan spesimen ke dalam plastik es.
6.   Mengidentifikasi spesimen hewan tanah di laboratorium hama dan penyakit BPTP Jawa Timur.

 


tanah                                                   tanah



                        Gambar 3.1 Cara pemasangan Pitfall Trap
Keterangan : a = gelas air mineral
                      b = campuran air kran dan sunlight
                      c = lubang tempat gelas air mineral diletakkan
                      d = serasah dedaun
                      e = permukaan tanah



F. Teknik Tabulasi Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara mengidentifikasi spesies hewan tanah yang ditemukan pada setiap plot.

Tabel keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan jenis hewan tanah di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi  BPTP Jawa Timur.


komuditas
Jenis serangga yang terperangkap
Laba-laba
Semut hitam
Semut merah
Kumbang moncong
kalombola
kepiting
belalang
Tidak diketahui
Bawang merah








cabai








sawi









$ �"> s x�S �/P FI style='font-size:12.0pt;line-height:150%;font-family:"Times New Roman","serif"; mso-ansi-language:FI'>            Manfaat  penelitian yang telah dilakukan adalah diharapkan mahasiswa mampu:
  1. Mempelajari dan mengetahui jenis-jenis serangga tanah yang terdapat di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  2. Menerapkan metode Pith fall Trap.
  3. Mengetahui keanekaragaman, kemerataan, serta kekayaan jenis serangga tanah di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  4. Memahami pola distribusi tiap jenis serangga tanah yang ditemukan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  5. untuk mengetahui dan membedakan dari serangga tersebut apakah ada yang berperan sebagai predator dan sebagai hama.
  6. Mengetahui cara pembuatan thrycoderma sebagai biopestisida.b
E. Batasan Masalah
            Batasan masalah dalam praktikum ini adalah:
  1. Praktikum ini dilakukan di lokasi penanaman tanaman cabe, bawang merah dan sawi.
  2. Jenis hewan yang diamati hanya serangga tanah yang ditemukan dalam sumur Pithfall
F. Penegasan Istilah
1.      Serangga tanah adalah hewan yang menempati tanah sebagai habitatnya.
2.      Mendefinisikan keanekaragaman jenis adalah suatu karakteristik tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologinya, ia dapat digunakan untuk menyatakan struktur  komunitas (Soegianto dalam Purwahyuni, 2001).


 BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA

A.    DATA
Table data hasil pengamatan serangga tanah yang terjebak dalam perangkap.

Ulangan 1
komuditas
plot
1

2

3

4

Bawang merah
Laba-laba
kalombola
7
20
Kalombola
Laba-laba
Semut hitam
20
1
1
Kumbang moncong

Semut hitam

kalombola
1

1

20
Laba-laba
kalombola
8
20
Cabai
Spesies D
Kepiting
Laba-laba
Kalombola
Spesies C
Semut merah
1
1
3
20
1
12
Spesies B
Semut merah
Laba-laba
Kalombola
Semut hitam
2
1
1
20
1
Spesies D
Spesies B
Semut merah
Laba-laba
Kalombola

1
2
5
2
20
Spesies D
Spesies B
Laba-laba
Semut hitam
Spesies F

2
2
3
5
1
sawi
Belalang
Semut hitam
Laba-laba
1
1
4
Semut hitam
Laba-laba
5
1
Laba-laba
Spesies B
kalombola
2
1
7
Semut hitam
Spesies B
Semut merah
2
2
2

Ulangan 2
komuditas
plot
1

2

3

4

Bawang merah
Kumbang moncong
1

Laba-laba
Semut hitam
kalombola
12
1
20


Kalombola
Semutr merah
20
2

Laba-laba
Semut hitam
kalombola
7
4
8


Cabai
Kalombola
Semut merah
20
2
Tidak ditemukan serangga karena perangkap yang di pasang rusak

Kumbang moncong
Semut merah
Spesies B
kalombola
5

3
1
20
Spesies B
Semut merah
kalombola
2
12
20
sawi
Kepiting
Semut hitam
Kalombola
Spesies B
Laba-laba
1
3
20
1
1
Belalang
Laba-laba
Semut hitam
Spesies B kepiting
1
5
2
1
1
Laba-laba
Semut hitam
Spesies B
kalombola

2
5
1
20
Laba-laba
Semut hitam
kalombola
2
5
20

Ulangan 3
komuditas
Plot
1

2

3

4

Bawang mrah
Laba-laba
Kumbang moncong

1
1

Laba-laba
kalombola
1
50

Laba-laba
Spesies B
Semut hitam
Semut merah
3
2
1
2

Semut merah
Semut hitam
kalombola
2
1
20

Cabai
Tidak ditemukan serangga karena perangkap yang di pasang rusak

Kalombola
Semut merah
100
2
Kalombola
Semut merah
Laba-laba
100
2

Kalombola
Spesies B
50
1
sawi
Kolombola
Spesies B
Semut hitam
100
1
1
Kalombola
Semut hitam
50
2
Semut merah
Ulat buluh
Belalang
Laba-laba
Spesies B
kalombola
6
1
3
2
2
20
Semut merah
Semut hitam
kalombola
2
2
9

Ulangan 4
komuditas
Plot
1

2

3

4

Bawang mrah
Kumbang moncong
Semut hitam
Laba-lab
1
1
2


Senut hitam
Kalombola
Semut merah
1
50
1

Semut hitam
Laba-laba
2
2



Semut hitam
Laba-laba
Semut merah
Spesies B
1
1
2
1

Cabai
Tidak ditemukan serangga karena perangkap yang di pasang rusak

Kalombola
Semut merah
100
2

Kalombola
Semut merah
Laba-laba
100
2
1
Kalombola
Spesies B
50
1

sawi
Kalombola
Spesies B
Semut hitam
100
1
1
Kalombola
Semut merah
50
2
Kalombola
Semut merah
Laba-laba
Spesies B
Kalombola
6
1
3
2
20
Semut merah
Semut hitam
kalombola
2
2
9

Ulangan 5
komuditas
Plot
1

2

3

4

Bawang mrah
Laba-laba
Kalombola
Semut merah
1
50
1

Kalombola
Semut merah
Semut hitam
100
1
1


Semut hitam
Kalombola
Sem,ut merah
5
50
2


Ulat buluh
Semut hitam
Laba-laba
Semut merah
1
1
1
20
Cabai
Spesies B
Semut merah
kalombola
1
3
50
Spesies B
Semut merah
Semut hitam
Laba-laba
kalombola
1
1
2
1
20
Kumbang moncong
Spesies B
Semut merah
Laba-laba
1
1
1
1
Kalombola
Spesies B
Semut merah
50
1
50
sawi
Semut hitam
Semut merah
Laba-laba
Spesies B
kalombola
1
30
1
1
20
Spesies B
Semut hitam
kalombola
2
2
20
Semut merah
Semut hitam
Ulat buluh
kalombola
4
2
1
30
Spesies B
Ulat buluh
kalombola
1
3
9







      B. Analisis Data
                 
                  Dari data yang di peroleh